About Textiles

 

Tekstil Dasar



Serat adalah suatu material yang perbandingan antara panjang dan lebarnya sangat besar dan molekul-molekul yang menyusunnya terorientasi terutama ke arah panjang. Serat kapas misalnya memiliki perbandingan panjang:lebar dari mulai 500 : 1 sampai dengan 1000 : 1. Sedangkan serat tekstil adalah serat –serat yang digunakan untuk aplikasi tekstil. Contohnya serat kapas yang biasa dipakai untuk pakaian, serat karbon untuk aplikasi tekstil komposit, dsb. Di dalam berbagai literatur-literatur dan perdagangan tekstil biasanya serat tekstil cukup ditulis sebagai serat saja dan ia mengacu pada pengertian serat tekstil.

Serat pada umumnya dapat dibedakan atau diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu serat alam dan serat buatan (secara kimiawi). Serat alam terbagi kedalam tiga kategori besar, yaitu serat yang berasal dari tumbuhan, dari hewan dan materi anorganik. Kapas, rami, Jute, Kenap, Kapok adalah beberapa contoh serat alam yang berasal dari tumbuhan, sedangkan wol dan sutera adalah serat yang berasal dari hewan. Sementara serat asbes adalah contoh serat yang berasal dari mineral.


Sedangkan serat buatan terbagi dalam tiga bagian, yaitu yang bahan bakunya berasal dari alam tetapi kemudian mengalami proses polimerisasi lanjutan seperti ; viskosa, asetat, kuproamonium, dsb. Ada juga yang bahan bakunya berasal dari hasil sintesis polimerisasi misalnya; polyester, nilon, poliuretan, polivinil, dsb. Sedangkan yang ketiga yaitu yang berbahan dasar anorganik misalnya serat logam, gelas, dsb.
Pada dasarnya semua material serat merupakan polimer. Supaya dapat dibuat menjadi serat, polimer harus memenuhi syarat sebagai berikut :

Polimer harus linear dan mempunyai berat molekul lebih dari 10.000, tetapi pada saat yang bersamaan juga tidak boleh terlalu besar sebab nantinya akan sulit untuk dilelehkan atau dilarutkan.
Molekul harus simetris dan mempunyai gugus-gugus samping yang besar yang dapat mencegah terjadinya susunan yang rapat.
Polimer harus memberikan kemungkinan untuk mendapatkan derajat orientasi yang tinggi, sehingga sewaktu terjadi proses penarikan pada serat akan menambah kekuatan.
Polimer harus mempunyai gugus polar yang letaknya teratur untuk mendapatkan kohesi antar molekul yang kuat dan titik leleh yang tinggi.
Khusus untuk keperluan tekstil sandang, serat harus mudah diberi zat warna. Apabila diberi zat warna maka sifat fisika seratnya tidak boleh mengalami perubahan yang mencolok dan warna bahan jadinya harus tahan terhadap pencucian, keringat dan cahaya.

Serat menurut arah panjangnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu serat-serat pendek atau biasa disebut stapel dan filamen. Filamen adalah serat yang sangat panjang dan langsung dijadikan benang, sehingga istilah filamen itu sering mengacu pada pengertian jenis benang. Berbeda halnya dengan filamen, serat stapel harus terlebih dahulu melalui proses pemintalan sebelum dijadikan benang.

Sumber :

Dr.Evelin Jähne, Chemie und Technologie der Faserstoffe, Vorlesung Winter Semester. TU Dresden, 2008.
Widayat,dkk, Serat-serat Tekstil, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1975.


Tekstil Cerdas


Conductive atau dalam Bahasa Indonesia disebut penghantar adalah suatu materi atau zat yang dapat menghantarkan arus listrik. Material yang memiliki sifat menghantarkan listrik atau konduktif seperti ini sering disebut juga sebagai konduktor. Jadi yang dimaksud dengan conductive yarn atau benang konduktif adalah benang yang memiliki sifat dapat menghantarkan arus listrik.

Sampai saat ini setidaknya ada tiga metoda5 yang biasa digunakan untuk membuat benang konduktif, yaitu sbb:
  1. Penambahan karbon atau logam pada benang dalam berbagai bentuknya, baik sebagai kawat, serat atau partikel.
  2. Penggunaan polimer yang bersifat konduktif.
  3. Memberikan lapisan (coating) dengan material yang bersifat konduktif.
Sebuah perusahaan yang bermarkas di Jerman, Novonic8, misalnya telah membuat benang konduktif dengan menggunakan prinsip metoda pertama, yaitu dengan cara melilitkan kawat (metal wire) pada benang inti yang bersifat elastis (elastic core), lalu bagian luarnya dibungkus dengan bahan serat lainnya (outside textile layer) seperti terlihat pada gambar ini. Benang ini dibuat dengan tujuan untuk dapat mentransfer data, akan tetapi pada saat yang bersamaan ia memiliki sifat fleksibilitas yang baik karena benang intinya bersifat elastis. Sementara itu bagian benang luarnya berfungsi sebagai pelindung terhadap gesekan-gesekan dan tarikan-tarikan yang berlebihan.

Ada juga peneliti lain2 yang membuat benang konduktif dengan sistem pemintalan spun-core yarn di mana logam dari tembaga dan stainless diperlakukan sebagai bahan inti (core material), sedangkan benang rayon dan TR (poliester/rayon) berfungsi sebagai bahan pembungkus (cover material). Dia juga memvariasikan beberapa parameter; bahan inti, roving, twist dan nomor benang serta pengaruhnya terhadap kekuatan (tenacity) dan bulu (hairiness).

Sementara Vorbach4 membuat benang konduktif dengan menggunakan campuran serat yang bersifat konduktif. Dia memodifikasi proses pembuatan serat selulosa dan filamen dengan metoda Lyocell bebas-CS2 (CS2-freien Lyocell-Verfahren) sehingga dapat menghasilkan benang yang dapat menghantarkan arus listrik. Serat yang dihasilkan memiliki kehalusan 0,3 tex dengan bagian konduktif terbuat dari partikel karbon arang sebesar 35% pada serat selulosa. Sedangkan dengan kehalusan sekitar 1 tex dapat dihasilkan bagian karbon konduktif sampai 100%.

Sementara itu, banyak ahli juga yang telah mengembangkan benang konduktif dengan menggunakan metoda ketiga, yaitu proses pelapisan (coating). Salah satunya adalah seperti yang telah diteliti oleh Koncar dkk7. Mereka menggunakan polianilin (PANI) sebagai zat pelapis pada serat polietilena tereftalat (PET) seperti terlihat pada Gambar 1-3. Hasilnya adalah serat yang memiliki sifat ketahanan arus listrik.







Sebenarnya masih banyak lagi metoda yang telah dikembangkan untuk menghasilkan benang konduktif dan telah dikomersialkan. Beberapa makalah hasil penelitian lainnya bisa menjadi rujukan yang menarik, misalnya penelitian oleh Kim dan Koncar1 dengan judul Polyaniline-Coated PET Conductive Yarns: Study of Electrical, Mechanical, and Electro-Mechanical Properties. Ada juga Fugetsu dkk2 dengan judul The Production of Soft, Durable, and Electrically Conductive Polyester Multifilament Yarns by Dye-Printing Them with Carbon Nanotubes. Sementara untuk tingkat komersialisasi bisa kita lihat misalnya pada produk benang konduktif Silver Plated Nylon 66 Yarn + SS 595/1 dari sebuah perusahaan yang bermarkas di AS, Shieldex Trading GmbH6.

Penemuan dan aplikasi benang konduktif pada berbagai produk inilah yang menjadi salah satu dasar bagi berkembangnya cabang advanced textiles lainnya terutama pada wilayah smart textiles dan medical textiles misalnya. Dan lagi-lagi kita seperti diingatkan betapa jauh dan dalamnya wilayah pengembangan tekstil. Tekstil tidak hanya sekedar untuk keperluan sandang, tetapi ia jauh lebih dari itu semua.

Sumber Bacaan:
  1. Bohwon Kim, Vladan Koncar, dkk (1), Polyaniline-Coated PET Conductive Yarns: Study of Electrical, Mechanical, and Electro-Mechanical Properties, Journal of Applied Polymer Science, Vol. 101, 1252–1256 (2006).
  2. Bunshi Fugetsu, dkk, The production of soft, durable, and electrically conductive polyester multifilament yarns by dye-printing them with carbon nanotubes, Journal Carbon 47 (2009) 527–544.
  3. Ching-Wen Lou, Process of Complex Core Spun Yarn Containing a Metal Wire, Textile Res. J. 75(6), 466–473 (2005) DOI: 10.177/0040517505053871.
  4. D. Vorbach, Entwicklung von textilen Produkten aus elektrisch leitfähigen Cellulosefilamenten nach dem Lyocellverfahren
  5. Huseyin Kadoglu, Conductive Yarns and their Use In Technical Textiles.
  6. Shieldex Trading GmbH, Technical Data Sheet.



Tidak ada komentar: